#HaiBunda, sebenarnya aku menikah di usia yang tidak muda apalagi belia. Saat menikah di usia matang 27 tahun, rasanya aku sudah siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Hatiku mantap memutuskan untuk menikah karena kurasa hubungan yang kujalin selama kurang lebih dua tahun itu sudah lebih dari cukup.

Pada saat itu, aku merasa siap untuk bertemu kekasih hati di upacara akad pernikahan. Namun, rencana manusia tak seindah rencana Allah SWT.  

Aku sungguh tak menyangka sosok suamiku ternyata tak sama bahkan tidak seperti harapanku ketika masih menjalin kasih dengannya. Setelah dua tahun pernikahan berjalan, aku kok malah menjadi semakin merasa kesepian…

Duniaku kini berubah, seolah aku sudah tak mengenal diri sendiri lagi. Suami yang ku kira dapat diajak melaksanakan ibadah sunnah yg indah-indah ternyata tidak demikian. Suamiku memang menjaga salat wajib, namun entah mengapa ia selalu susah sekali untuk diajak melaksanakan salat sunnah bersama.

Aku merasa sangat sedih dan gelisah Bun… Ditambah lagi, kami berdua hidup jauh dari kota kelahiran aku, meninggalkan orang tua aku di kampung. Jika mengingat mereka, selalu membuatku meneteskan air mata.

Padahal kegiatan sunnah yang biasa aku lakukan bersama ibunda benar-benar menjadi kenangan teramat sangat di setiap hela napas aku di perantauan.

Aku kira dengan menikah aku bisa menjalankan lebih banyak salat sunnah bersama suami tercinta. Namun, begitulah dunia pernikahan, jika memiliki niat untuk mengubah seseorang, sungguh itu tidaklah mudah.

Walaupun begitu, aku tetap berusaha tegar, sabar, dan tabah, menjalani hari-hari sepi dalam tangis dan sesak yg tak kunjung usai. Semoga aku bisa segera pulang ke kampung halaman, kembali ke dalam pelukan ibunda, meski hanya sesaat saja…

– Bunda U, Kalimantan –

Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected]. Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.

(pri/pri)