
#HaiBunda, menikah dan menjadi seorang ibu memang tidak menjamin kehidupan yang selalu bahagia selamanya. Ternyata, ada banyak hal yang membuatku sedih setelah menikah..
Aku seorang ibu dari seorang anak berusia 2,5 tahun dan sekarang kini mengandung anak kedua. Selama 5 tahun usia pernikahan banyak suka-duka yang aku alami sejak menjadi seorang istri dan seorang ibu.
Mulai dari sekian banyaknya kebiasaan yang berganti hingga perubahan fisik dan mental yang membuatku tidak baik-baik saja. Bahkan, aku merasa tidak ada waktu untuk fokus mencintai diri sendiri.
Di awal pernikahan, aku memutuskan tidak bekerja dan benar-benar fokus melakoni peran sebagai IRT. Namun, di sisi lain suami dan orang tuaku tidak setuju jika aku tidak memanfaatkan ijazah sarjanaku.
Padahal kala itu aku merasa bahagia menjalani peranku sehari-hari sebagai IRT yang fokus mengurus dan mengatur mengurus kebutuhan rumah tangga.
Namun, semuanya berubah saat kami pada akhirnya memutuskan menjalani program hamil anak pertama. Pasalnya, aku mulai merasakan tekanan karena belum kunjung hamil dan hanya berdiam di rumah tanpa ada kesibukan.
Belum lagi sifat suamiku yang mulai dingin dan keuangannya mulai tidak stabil karena selalu program hamil kami belum menemukan titik terang.
Hari demi hari semua itu membuatku merasa tidak nyaman hingga akhirnya memutuskan memanfaatkan ijazahku untuk menjadi guru honorer…
Tak disangka, keputusan ini berbuah manis. Aku merasa kembali menemukan diriku yang sejak lama hilang saat berada di lingkungan kerja. Aku selalu merasa senang saat berinteraksi dengan rekan kerja dan para peserta didik. Energi positif yang muncul dalam diriku membuat semuanya baik-baik saja.
Ternyata benar ya Bun.. keberhasilan hamil sangat dipengaruhi oleh suasana hati. Karena hatiku merasa ringan semenjak bekerja, aku pun bersyukur akhirnya positif hamil pada saat itu.
Setelah berbadan dua, aku tetap pergi bekerja dengan penuh rasa semangat dan tanpa sadar rejeki datang dari berbagai arah.
Saat kelahiran anak pertama, aku mengambil cuti melahirkan selama 3 bulan. Bukannya merasa bahagia dan fokus mengasuh bayi, aku malah kembali merasa sangat tidak bahagia karena hanya berdiam di rumah melakukan aktivitas yang itu-itu saja.
Walaupun kutahu sekarang sudah ada anak yang menjadi sumber kebahagiaan di rumah tapi ada saat-saat aku butuh teman untuk saling berbagi cerita. Dan, hal itu tak kudapatkan dari sosok suamiku.
Akhirnya, saat masa cuti melahirkan usai aku kembali untuk melakukan aktivitas seperti biasa di kantor, aku merasa nyaman karena atasan dan rekan kerja yang selalu mendukung prosesku untuk menjadi seorang ibu sampai aku sukses untuk mengASIhi anak pertamaku dan karierku di tempat kerja semakin baik semuanya aku usahakan buat masa depan keluarga dan anakku.
Seorang ibu pasti akan dihadapkan dengan berbagai banyak pilihan, tapi aku percaya pilihanku saat ini untuk tetap menjadi Bunda pekerja atau working mom adalah yang terbaik untuk menjaga kewarasanku sebagai seorang ibu.
– Bunda P, Jakarta –
Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected]. Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.
(pri/pri)